BANYUWANGI - Ritual adat Kebo-keboan Alas Malang
yang digelar masyarakat Desa Alas Malang, Kecamatan Singojuruh, Banyuwangi,
Minggu (30/7/2023), berlangsung meriah.
Ritual ini
ditandai dengan kenduri desa dan diakhiri dengan ritual ider bumi. Puluhan
"kerbau" mengelilingi desa dengan arah empat penjuru arah mata angin.
"Kerbau"
yang dimaksud bukanlah hewan ternak, melainkan warga desa yang menyerupai
kerbau. Badannya dilumuri jelaga hingga hitam pekat seperti kerbau, di
kepalanya juga mengenakan asesoris berbentuk tanduk dan gelang kerincing di
tangan dan kakinya. Persis Kerbau.
Mereka
berkubang, bergumul di lumpur, dan bergulung-gulung di sepanjang jalan yang
dilewati. Saat berjalan pun di perut mereka ditali seperti kerbau. Ritual ini
merupakan simbolisasi penghormatan kepada leluhur dan alam agar panen
melimpah.
Bupati
Banyuwangi Ipuk Fiestiandani yang turut hadir dalam ritual tersebut mengatakan
bahwa ritual kebo keboan Alas Malang ini adalah bentuk kekuatan budaya agraris
Banyuwangi.
"Ini
adalah salah satu warisan budaya yang harus kita lestarikan dan kembangkan.
Saya salut dengan masyarakat Alas Malang yang tetap menjaga tradisi ini,"
ujarnya.
Ipuk
menambahkan ritual ini juga merupakan ikhtiar masyarakat Alas Malang kepada
Tuhan agar diberikan panen yang baik dan melimpah. "Ini adalah bentuk
syukur dan doa kepada Sang Pencipta. Semoga Alas Malang dan Banyuwangi selalu
diberkahi dengan kemakmuran dan kesejahteraan," harapnya.
Ipuk
menambahkan pemerintah daerah berkomitmen mendukung pelestarian budaya termasuk
Kebo-keboan Alas Malang. "Kami akan terus memberikan fasilitasi dan
bantuan untuk melestarikan budaya ini. Budaya adalah identitas kita sebagai
bangsa. Jika kita tidak menjaga budaya kita, maka kita akan kehilangan jati
diri kita," tegasnya.
Ritual
Kebo-keboan Alas Malang menyedot ribuan masyarakat untuk menyaksikannya.
Suasana meriah dan penuh kegembiraan terlihat di wajah para penonton maupun
peserta ritual.
Salah satu
pengunjung, Cece Ayu (18) juga ikut larut dalam prosesi dan terkena lumuran
jelaga.
"Tradisi
Kebo-keboan ini selalu saya ikuti sejak kecil. Senang saja ikut meramaikan dan
menjadi bagian dari tradisi ini," ujar remaja asal Rogojampi itu.
Sementara,
Dhika Saiful Bahri (32) sengaja mengajak keluarganya untuk ikut menyaksikan
ritual kebo-keboan.
"Saya
sedang berlibur bersama keluarga. Pas juga ada festival kebo-keboan jadi saya
ajak keluarga ke sini. Ternyata selain wisata, kearifan lokal juga dimiliki
Banyuwangi," ujar Dhika, warga asal Tasikmalaya.
Tradisi Kebo-keboan sudah ada sejak abad ke-18 Masehi dan berasal dari kisah Buyut Karti, yang mendapat wangsit untuk menggelar upacara bersih desa dengan cara menjelma menjadi kerbau. Sebelumnya tradisi serupa juga dilaksanakan di Desa Aliyan. (*)
Sumber : Portal Banyuwangi
0 comments:
Posting Komentar
Silahkan masukan komentar, kritik dan saran agar kami bisa terus berkembang lebih baik lagi.
Terima kasih.